25 Juni 2007

Water Way

Setelah busway, belum lama ini di Jakarta ada lagi angkutan air yang diberi nama water way . Akan tetapi, lagi-lagi kita dijejali dengan kata asing. Entah alasannya biar kren atau memang kita tidak punya kata sendiri?

Saya sih, mengusulkan lebih baik water way itu kita terjemahkan menjadi wahana air mumpung jenis transportasi ini tergolong baru, dan belum diekspos dan digunakan secara luas dalam masyarakat. Bagaimana apakah teman-teman setuju? Atau ada komentar lain? (Euis D)

19 Juni 2007

NGETEM

Oleh Immanuel Umbu Rey

Saya tidak tahu persis apakah kata ngetem itu termasuk bahasa gaul atau prokem. Yang saya tahu, ngetem itu belum muncul sebelum tahun 1980. Ini kata saban hari diucapkan orang di pinggir jalan atau di terminal bus, tetapi KBBI belum mau mencatat. Mungkin dikira bukan bahasa Indonesia.

Entah ini gejala apa, semua kata hampir pasti dapat diberi "awalan" NGE" dalam bahasa Indonesia dialek Betawi atau Jakarta. Maka, terdengarlah orang menyebut "ngelantur, ngedumel, ngelaba, ngelawan, ngebalas, ngerecoki, dan mungkin ngeres lalu ngejosss".

Anehnya, "awalan" NGE ini pun dapat mengikat kata Indonesia yang dipungut dari bahasa asing (terutama Inggris). Contoh: ngebos, ngefans, ngefren, lalu ada ngebesuk (dari bhs Belanda atau Jerman), dan sebuah stasiun teve menyebut dirinya NGETOP.

Sebermula, ketika terminal bus Lapangan Banteng masih menjadi pusat pengangkutan penumpang antar-kota antar-provinsi, lalu-lintas di Ibu Kota Jakarta sudah sangat semrawut dan menimbulkan macet di mana-mana.

Pada awal tahun 1980-an Departemen Perhubungan dipimpin oleh seorang menteri dari Angkatan Udara, Jenderal Rusmin Nurjadin. Yang mengurus masalah lalu lintas di darat (jalan raya dan jalan besi (rel) adalah pejabat di bawahnya, Dirjen Ir. Giri Suseno. Ibu kota negara DKI Jakarta waktu itu dipimpin oleh Suprapto yang menggantikan Tjokoropranolo.

Atas kebijakan pejabat negara ini, maka terminal Banteng ditutup dan pengangkutan penumpang dari dan keluar Jakarta dipindahkan ke Pulo Gadung, Cililitan, dan Lebak Bulus. Lama-lama terminal Pulo Gadung pun menjadi sangat padat dan nyaris tidak dapat menampung bus yang masuk dari luar kota.

Dirjen Giri Suseno lalu mengeluarkan kebijakan yang pelaksanaannya dilakukan oleh DLLAJR agar arus masuk keluar terminal semua bus penumpang antar-kota ditertibkan. Setiap bus boleh masuk dan menunggu penumpang tidak boleh lebih dari waktu yang telah ditentukan.
Maka setiap sopir bus wajib memiliki kartu jadwal parkir dalam terminal, dan setiap kali masuk terminal mereka harus menyerahkan kartu itu kepada petugas DLLAJR agar memudahkan pengaturan jam tunggu penumpang.

Celakanya, kolom masuk dan keluar terminal dalam kartu itu ditulis dengan istilah Inggris TIME. Dasar sopir yang "medok" Jawa dan Betawi kagak bisa omong Inggris "taim", maka sama seperti Tukul Arwana bicara Inggris di Empat Mata, meluncurlah dari mulut mereka kata TEM (seperti menyebut "rem", "bel" atau "lem").

Suatu ketika seorang sopir bus diusir dari terminal oleh anggota DLLAJR karena terlalu lama menunggu. Sang sopir lalu protes, tetapi petugas membentak, "Nah, kau ngetem kelamaan. Cepat kau keluar!" Sopirnya ngeri dan cepat-cepat keluar. Maklum, petugasnya Batak pula.
Sejak itu, NGETEM menyebar ke seluruh Tanah Air. Sopir bus menghentikan kendaraannya di tikungan pun disebut NGETEM menunggu "sewa". Hei, jangan heran, di kalangan sopir, SEWA itu sama artinya PENUMPANG.

Itu bahasa sopir-sopir bus. Saya cuma cerita asalnya, dan mungkin cuma asal-asalan sekadar NGECAP dalam milis ini. Ngecap itu bukan dari kata dasar CAP tetapi KECAP. Soalnya iklan kecap itu selalu unggul dan nomor satu. Yang lain, lewat semua. Maka orang yang suka "ngecap" biasa juga disebut NGEBO'ONG.

Percaya atau tidak, saya tidak ngebo'ong, cuma NGEOOOONG doang!!!! [Umbu Rey/Antara]

18 Juni 2007

Rapat Pengurus FBMM Pusat

Hari ini, Selasa 19 Juni 2007, akan berlangsung rapat Pengurus FBMM yang mengambil tempat di Gedung Annex, Lt2, RCTI, Jalan Perjuangan, Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Pertemuan yang rencananya akan dimulai pukul 11.00 itu akan diisi dengan konsolidasi pengurus FBMM dengan penjelasan tugas (job description) masing-masing pengurus serta pemantapan rencana kerja tahun 2007-2008.

Diharapkan, melalui pertemuan-pertemuan seperti ini, FBMM bisa segera memulai aktivitasnya, apalagi dengan kehadiran pengurus baru yang berpotensi dan berdedikasi dalam organisasi, seperti Sekretaris Umum FBMM, Tri Agung Kristanto.

Suatu organisasi akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan komitmen para pengurusnya untuk senantiasa bergandengan tangan serta memiliki kesamaan visi dan misi ke depan mau dibawa ke mana organisasi ini.

14 Juni 2007

Padanan Kata "Trainee"

Seorang anggota milis guyubbahasa, yang memperkenalkan dirinya sebagai Kadapi atau Dapi, lulusan Editing Unpad tahun 2004, ketika mengirim posting soal topik ini masih kuliah di Ekstensi Fikom Unpad, mempertanyakan soal padanan dari kata trainee.

Ketika awal mengikuti pelatihan calon karyawan PT Pikiran Rakyat Bandung beberapa minggu lalu, saya diberi kartu identitas peserta pelatihan. Di pojok kiri atas kartu itu tertera tulisan "Trainee". Beberapa saat saya memikirkan apa arti kata tersebut. Ya, artinya orang yang mengikuti pelatihan. Setelah itu, saya berpikir lagi adakah padanan kata tersebut dalam bahasa Indonesia?


Berikut diskusi hangat soal kata trainee ini:

Bagaimana dengan kata "magang"? Coba lihat KBBI, hlm. 695.
[Salam,Yovita Hardiwati, Yogyakarta].
Barangkali belum ada, tapi bisa di-ada-kan. Coba saja: TERLATIH. [sal]

Sal,"Terlatih" bagus untuk "trainee", karena "pelatih" untuk "trainer". Dulu, waktu aku ikut pendidikan di Antara pada tahun 1981-82, aku disebut "kursisten" (peserta kursus). Terpikir juga "terkursus", tapi rasanya maksain. Perkara ini bisa diperlebar ke nominee" (terunggulkan, unggulan), "nominator" (pengaju unggulan, pengunggul), dan "nominasi" (pencalonan, pengunggulan). Nah, lihat tuh, jadi aneh kan hasil bentukannya. Saya jadi ingat peringatan Profesor Fatimah dari Universitas Parahyangan dalam Konvensi FBMM yang baru lalu mengenai perlunya apa yang Beliau sebut "gramatika kata" --yang dalam bahasa Arab disebut "sharaf" (sistem pembentukan kata). Anda mau mulai mengutak-ngatik, Sal??? Misalnya: kerja - bekerja - pekerja - pekerjaan - dipekerjakan ... dan seterusnya? Aku juga mulai kotak-katik tapi jembatan keledainya yang bagus belum tertemukan. Bantuin ya. Mas Rikard Bagun juga mengimbau agar FBMM menghasilkan sesuatu yang bisa dijadikan pedoman.

Mari kita bekerja bersama-sama sepertio sewaktu zaman almarhum Pak Suwarno, senior Nuraji di Kompas. Terima kasih banyak. Salam hormat dan kangen senantiasa [Martin Moentadhim SM].

Bahasa Indonesia ini memang bikin pusing. Setiap kali ada kata asing kita mulai kasak kusuk cari padanan yang tepat, apa. Trainee boleh juga disebut "terlatih". Tetapi, awalan "ter" pada kata dasar "latih" cenderung berarti "sudah dilatih".Kata "terlatih" mungkin dapat kita analogikan dengan kata "tergugat", "tersangka", "terdakwa, "terpidana", dan "terhukum" yang dalam istilah pengadilan lebih kurang berarti "(orang) yang telah digugat, disangka, dipidana dan dihukum".Tetapi, kata "trainee' itu --menurut saya-- adalah (orang) yang sedang dalam masa latihan atau peserta latihan, tetapi belum tentu berarti "terlatih" (sudah mempunyai kemampuan karena sudah dilatih).

Rekan kita sebelumnya memberikan padanan "magang". Mungkin juga bisa. Tetapi alih-alih menggunakan "terlatih" saya lebih condong memberi padanan "trainee" dengan kata "LALTIHAN" yang saya analogikan dengan kata "didikan" dan "binaan".

Didik --> mendidik --> pendidik --> didikan (orang yang dididik)

Bina --> membina --> pembina --> binaan (orang yang dibina)

Latih --> melatih --> pelatih --> latihan (orang yang dilatih?)

[Umbu Rey/Antara]

Buat saya, kata "didikan" (terasa) lebih pas. Saya setuju mengenai "terlatih" yang cenderung berarti "sudah dilatih" dan seterusnya. Akan tetapi, jika "orang yang sedang dilatih" disebut "latihan" akan terasa membingungkan karena dalam pelatihan, orang-orang tersebut "latihan" mungkin saja mengerjakan soal-soal latihan. [Rian Dewanto, The Bali Times]

Kata bukanlah baju. Ukuran pas atau tidak pas bukanlah "rasa". Sebaiknya, bila kita mendapati kata asing yang ingin kita indonesiakan, ya Pedoman Pembentukan Istilah yang kita jadikan acuan. Saya setuju dengan pendapat yang mencari terlebih dahulu di KBBI. Mungkin, bisa saja "trainee" kita padankan dengan "magang". Artinya, mungkin saja bahasa Indonesia juga memiliki kata yang sepadan dengan "trainee".

Kalau saja itu tidak cocok, baru cara Mas Martin dan Umbu yang kita lakukan -- gramatika kata(?). (Oh ya Mas, Prof. Fatimah Djajasudarma bukan dari Universitas Parahyangan melainkan dari Universitas Padjadjaran) Cuma..., saya kira tidak ada kata yang cocok dari cara Mas Martin dan Umbu. "Didikan" dan "latihan" bisa bermakna ganda karena bisa juga memiliki arti hasil mendidik dan melatih (analogi pada kata "pimpinan", "masukan", dsb.). Begitu juga untuk "terdidik" atau "terlatih".

Ada lagi cara seperti yang dicontohkan Mas Martin dengan "nominee" yang belakangan sering diserap langsung sebagai "nomine". Nah, mungkin saja, beranalog ke sana kita menyerap langsung "trainee" menjadi "traine".Kesimpulannya, ada dua yang pantas dipasarkan, yakni "magang" dan "traine"... silakan pilih... [Tendy/PR]

Salam,

Hemat sederhana saya juga mengatakan bahwa baik "terlatih" maupun "latihan" kurang pas (karena memiliki arti lain dan oleh karenanya bisa menimbulkan kesalahpahaman).

Kalau "magang" memiliki arti yang kira-kira sama dengan "trainee", maka itu yang paling baik, menurut saya.

Selain itu, usulan terbaik saya kira datang dari yang mengajukan pertanyaannya dari awal, yakni "peserta pelatihan". Bisa juga "peserta kursus". Dan kalau "peserta pelatihan" terasa terlalu rumit dan panjang, bisa saja disingkat sebagai "peserlah". Bunyinya segar dan ringan, hampir seperti jenis burung... :-) Salam musim semi [André Möller, Swedia]

13 Juni 2007

Pengurus FBMM Pusat (2007-2008)

Sesuai dengan hasil Rapat Pengurus FBMM, Gedung Kompas, lt.3, Jl.Palmerah Selatan 22 , Jakarta Barat, tanggal 7 Juni 2007, pukul 12.00 s.d 15.00 WIB

Peserta yang hadir:
TD. Asmadi (LPPDS)
Uu Suhardi (Tempo)
Djony Herfan (Grasindo)
Tra (Kompas)
Apollo Lase (Kompas)
Leli Achlina (RCTI)
Euis Damarwati (FMIPA UI)

Rapat perdana kepengurusan periode ini telah melengkapi beberapa nama untuk sejumlah seksi yang diperlukan.

Dewan Penasihat
  • Dendy Sugono (Pusat Bahasa),
  • Suryopratomo (Kompas),
  • Bambang Harimurti (Tempo),
  • Djajat Sudrajat (Media Group),
  • Asro Kamal Rokan (Antara),
  • Parni Hadi (RRI)

Penasihat Ahli:

  • Anton Moeliono (Pusat Bahasa),
  • Hasan Alwi (Tokoh/Ahli Bahasa),
  • Bambang Kaswanti (Unika Atmajaya),
  • Masmimar Mangiang (LPPDS),
  • Felicia N Utorodewo (Pusat Bahasa)

Pengurus Harian:

  • Ketua Umum: TD Asmadi
  • Ketua I: Uu Suhardi
  • Ketua II: Umbu Rey (Antara)
  • Ketua III: Djony Herfan
  • Sekretaris Umum: Tra
  • Sekretaris I: Apollo Lase
  • Sekretaris II: Euis Damarwati
  • Bendahara Umum: Leli Achlina
  • Bendahara I: Yuni (RCTI)

Ketua I (Organisasi dan Jaringan): Uu Suhardi dibantu oleh

  • Seksi Media cetak :Irmina Irawati (Swa), Donny Tjiptonugroho (Media Indonesia), Elan Maolana (Koran Tempo)
  • Seksi Media Elektronika :Apni Jaya Putra (RCTI)
  • Seksi Portal : -
  • Seksi Pers Mahasiswa : -

Ketua II (Kajian dan Pengembangan) : Umbu Rey dibantu oleh:

  • Seksi Kajian /Diskusi : Hariadi Saptono (Kompas), Pamusuk Eneste (Grasindo), Tendy Somantri (Pikiran Rakyat, Bandung)
  • Seksi Litbang :Nana Swarasama (Suara Merdeka), Doddy Barnas (Warta Kota), Usman Gumanti (Rakyat Merdeka )

Ketua III (Usaha dan Publikasi) : Djony Herfan dibantu oleh:

  • Seksi Publikasi/Buletin/Newsletter :Marthin Muntadhim, Sofyan Hartanto (Businessweek), Andong Begawan (Bola)
  • Seksi Usaha :Ida Nata (RCTI), Bernadetta Pintarti (Swa)
  • Seksi Kemitraan : Maria Andriana (Antara)

Program Kerja FBMM :

  1. Pengembangan organisasi ke daerah-daerah di Indonesia
  2. Kongres Bahasa pada bulan Oktober 2008
  3. Diskusi-diskusi bahasa
  4. Buletin
  5. Newsletter
  6. Milis